Minggu, 22 Februari 2015

Alex & Lexie ( Part 1 )


“Lex?”
“Ya?” respon mereka secara bersamaan. Mereka hanya bertukar pandang setelah itu. Semua orang tertawa melihat reaksi mereka. Sudah barang tentu mereka akan merespon panggilan “Lex” itu karena sudah begitulah cara mereka dipanggil.
Alex adalah seorang lelaki pendiam di kelas kami. Berbeda dari laki-laki yang lain, dia tidak banyak berbicara. Bahkan dalam setiap kesempatan dia selalu memilih untuk membaca buku. Namun bukan berarti dia menutup dirinya sendiri dalam pergaulan. Dia sebenarnya adalah orang yang bisa diajak berbicara. Hanya saja dia tidak banyak memulai sebuah pembicaraan. Dia tipe laki-laki yang selalu berpikir  apakah perkatannya salah atau apakah perkataannya  menyakiti orang lain.
            Berbeda sekali dengan temanku, Lexie. Mereka boleh saja mempunyai nama panggilan yang sama namun perilaku mereka sangat bertolak belakang. Jika Alex adalah laki-laki yang paling diam di kelas kami, maka Lexie adalah orang yang paling tidak bisa diam di kelas kami. Jika Alex adalah orang yang paling terakhir mengomentari cerita kami maka Lexie adalah orang yang paling pertama berkomentar. Aku suka cara Lexie. Dia tidak pernah takut untuk menjadi dirinya sendiri. Dia tidak pernah takut mengungkapkan pendapatnya dalam suatu masalah.
            “Maksud gue Alex. Sori Lex. Eh Lexie.” 
            “Lex, lo ganti nama deh biar gak dikerjain mulu.” Celoteh Lexie. Namun tentu saja itu hanya sebuah lelucon. Alex hanya tersenyum dan tidak menanggapi apapun.
            “Cie…” aku membisikkan kata itu kepada Lexie. Dia hanya membalasku dengan senyuman.
            Ada satu kenyataan yang hanya diketahui olehku. Kenyataan bahwa temanku yang paling banyak bicara ini suka kepada temanku yang paling sedikit berbicara itu. Ya. Lexie menyukai Alex.
            Aku juga heran mengapa seorang seperti Lexie menyukai seorang seperti Alex. Jika memang Alex juga menyukai Lexie, ia adalah orang paling terakhir yang akan memperjuangkan Lexie. Bahkan dengan melihatnya saja sudah bisa terlihat bahwa dia bukan laki-laki yang tertarik dengan urusan percintaan. Namun justru itulah yang dicari Lexie. Lexie bukan tipe perempuan yang suka didekati laki-laki. Dia lebih suka memperjuangkan laki-laki itu. “Ya kan kalo kita yang ngejar. tipe cowok itu sesuai banget sama yang kita mau. Beda kalo kita dikejar cowok, pasti kita harus nerima ketika cowok itu dateng ke kita kan?!” Begitulah alasan Lexie ketika kutanya mengapa ia tidak suka dengan laki-laki yang mengejarnya.
            Namun itu adalah Lexie yang dulu. Semenjak hubungan dengan seseroang yang dia perjuangankan berkahir dua tahun yang lalu, ia tidak pernah lagi berani memperjuangkan cintanya. Bahkan belum ada yang bisa menggantikan sosok laki-laki itu. Sampai akhirnya ia bertemu Alex. Orang yang benar-benar lebih dari seseorang di masa lalu Lexie.
Sifat diam Alex memang kadang membuat Lexie benar-benar ingin memperjuangankannya. Namun sekali lagi, Lexie takut perjuangan Lexie hanya akan berakhir sama seperti sebelumnya. Maka dari itu Lexie memutuskan untuk diam dan berharap suatu hari perasaannya kepada Alex bisa berubah.
            “Gue bisa gilaaaak Merr!!” keluh Lexie.
            “Sabar. Bentar lagi juga dateng makanannya.”
            “Bukan. Bukan makanannya.”
            “Terus apa dong? Alex?”
            “Iya. Gue kok makin kesini makin suka ya sama dia? Ah gue bisa gila. Eh tapi gue gak kelihatan kan kalo suka sama dia?”
            “Ya justru itu. Elo gak pernah kelihatan kalo elo suka sama dia makanya hubungan kalian gak pernah beranjak dari tahap temenan. Tunjukin dong.”
            “Ya kalo pas gue tunjukin dia ngerespon. Kalo dia takut terus malah ngejauh? Kita sekelas Mer. Lo pikir?!”
            “Ya berarti elo harus cari cowok lain.” Balasku dengan santai. Pelayan datang membawa pesanan kami. Kami tidak membahas Alex lagi setelah itu.
            Lexie sering sekali menunjukkan perhatiannya pada Alex secara tidak disengaja. Dia sering mencuri kesempatan berbicara kepada Alex bahkan mengajaknya bercanda. Tetapi Lexie tidak pernah menunjukkan perasaanya secara jelas. Lexie selalu bersikap ramah kepada teman laki-lakinya karena dia memang seperti itu. Tidak ada yang pernah ia sembunyikan. Hal itulah yang membuat teman-teman kami tidak menyadari perasaan Lexie kepada Alex kecuali aku yang memang sudah diberi tahu Lexie.
            Lexie punya banyak sekali teman laki-laki. Dia adalah orang yang mudah akrab dengan orang lain. Tidak perduli itu laki-laki atau perempuan. Namun ketika Lexie sudah tidak menyukai seseorang, ia akan menunjukkan rasa ketidaksukaannya dengan jelas. Terlalu jelas malah. Menurutku Lexie memang benar pintar menyembunyikan perasaan pribadinya. Aku juga tidak akan pernah tahu bahawa Lexie menyukai Alex jika ia tidak pernah memberitahuku hal itu. Itulah persamaannya dengan Alex.
            Aku juga tidak berani menilai apakah Alex mempunyai perasaan yang sama. Seperti yang kubilang, mereka pintar menyembunyikan perasaanya. Alex selalu merespon ketika Lexie mengajaknya berbicara. Namun ia juga melakukan hal yang sama dengan teman-teman perempuan yang lain. Kadang aku juga merasa bahwa Alex lebih dekat dengan Lexie daripada teman-teman perempuan yang lain, namun kadang aku juga melihat perilaku cuek Alex ketika Lexie sedang bercerita di kelas. Tetapi kadang aku juga melihat perhatian kecil Alex kepada Lexie. Entah itu memang bagian sifat baik dia atau ada sesuatu yang lain.
            Alex dapat berperilaku baik dengan semua perempuan. Begitu juga dengan Lexie, ia bisa bersikap ramah dengan semua teman laki-lakinya. Bahkan pernah aku melihat keakraban Lexie dan teman lamanya. Aku bahkan hampir tidak bisa membedakan apakah mereka sedang saling merayu atau saling bercanda.
            Suatu hari kami bertiga –aku, Lexie dan Alex sedang berdiskusi di kelas. Lexie selalu berusaha berbicara dengan Alex dan Alex juga selalu menanggapi Lexie. Mereka berdua kadang benar-benar membuatku bingung. Lalu datang ketua kelas kami –Tommy.
            “Lex dapet salam.” Katanya sambil mengambil sebuah kursi dan duduk bersama kami.
            “Lex siapa nih?” Tanya Lexie.
            “Lex siapa lagi yang sering dapet salam kalo bukan elo, Lexie?”
            “Jadi maksudmu aku jarang dapet salam?” Alex menyambung.
            “Ya gak gitu juga sih Lex.”
            “Salam dari siapa?” Aku yang penasaran bertanya pada Tommy.
            “Dari ituloh Kak Rio. Katanya dia minta pin elo.”
            “Dih bohong banget.” Jawab Lexie tidak percaya. Entah mengapa aku melihat Alex yang langsung mengarahkan pandangannya kepada Lexie. Ia seperti ingin melihat reaksi Lexie.
            “Ye beneran nih. Gue boleh kasih kagak?”
            “Serah elo.”
            “Oke boleh berarti. Cie Lexie dapet gebetan.” seru Tommy sampai teman-teman kami melihat kearah kami.
            “Udah bairin si Tommy mau bilang apa. Eh Alex?” Lexie langsung mengalihkan perhatian.
            “Ya?” seru Alex. Namun Tommy memotong pembicaraan semua orang. Ia maju kedepan kelas sambil berdeham-deham. “Temen-temen… Gue ada pengumuman nih.”
            “Pengumuman apa lagi?” tanyaku.
            “Jadi gini, gimana kalo kita liburan bareng?”
            “Liburan kemane?” celetuk salah satu temanku.
            “Gimana kalo naik gunung? Ke Merapi?” usul Tommy.
            “OGAH!” Lexie yang memang tidak suka naik gunung langsung merespon Tommy.
            “Yaelah Lex. Lo harus coba naik gunung. Asyik tahu!” seru Tommy.
            “Setuju gue, naik gunung aja yuk?!” seru temanku yang lain.
            “Apa enaknya sih naik gunung? Capek keles. Mending ke pantai aja yuk? Camping di pantai. Kan asyik tuh. Cari yang ada sunsetnya. Ah keren tuh pasti.” cerocos Lexie panjang lebar.
            “Gue gak suka ke pantai.”
            “Iya gue juga.”
            “Aku belum pernah camping di pantai. Ke pantai aja yuk?!” Alex tiba-tiba berbicara. Lexie langsung menoleh kepada Alex dan tersenyum girang.
            “Nah gitu dong Lex. Sekali-kali kita klop gitu kan asyik.”
            “Yaudah kalian berdua aja yang ke pantai.”
            Suara “cie” langsung menggema di kelas. Pipi mereka berdua merona. Aku tertawa dalam hati melihat ekspresi mereka. Namun pada akhirnya aku setuju dengan usul mereka. Lalu kami mengadakan voting dan ternyata yang memenangkan voting adalah acara camping di pantai. Lexie senang bukan kepalang.
            “Thanks ya Lex udah ngebelain.”
            “Ngebelain apa? Aku emang pingin camping di pantai kok.”
            “Ya at least you help me.”
            “Oh. Kalo kamu ngerasa gitu sih. Ya sama-sama.”
            Begitulah Alex dan Lexie. Aku rasa mereka akan tetap seperti itu. Seandainya Alex menyukai Lexie-pun, Alex tidak mungkin memulai sedangkan Lexie juga tidak ingin mempertaruhkan hatinya untuk hal yang tidak mungkin. Lexie sadar banyak perbedaan diantara mereka dan memperjuangkan Alex hanya akan membuat keadaan bertambah tidak jelas diantara mereka.
            Tentu saja sulit bagi Lexie untuk menerima kenyataan bahwa mereka hanya bisa menjadi teman. Tapi Lexie tidak ingin merubah keadaan diantara mereka menjadi keadaan yang canggung. Toh menurut Lexie, rasa suka itu akan hilang sendiri pada waktunya.

                         
Share:

Selasa, 10 Februari 2015

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus :)

Hari ini ada perdebatan hebat yang terjadi dalam diriku. Awalnya aku memprotes Tuhan. Aku bilang “Keadilan yang seperti apa Tuhan yang Kau berikan kepadaku? Mengapa semua hal yang kuperjuangkan 100% tidak pernah Kau berikan kepadaku? Mengapa engkau tidak memberiku kesempatan untuk mewujudkan satu saja impian orang tuaku? Mengapa hubunganku dengannya harus berakhir? Mengapa aku harus bertemu dia sesingkat ini? Lalu mengapa engkau mempertemukanku dengannya? Mengapa kami harus benar-benar berbeda? Mengapa harus dia Tuhan? Mengapa harus seperti ini?”
                Aku menangis. Sudah banyak yang hilang dariku. Mulai dari kesempatanku, seseorang yang benar-benar kuperjuangkan kehadirannya dalam hidupku, sampai seorang yang kupikir bisa menggantikannya. Semuanya hilang dan tanpa kutahu mengapa. Aku sempat berpikir, apa aku tidak pantas? Aku menangis sejadi-jadinya memikirkan itu semua. Bahkan aku sempat menyalahkan Tuhan. Aku bilang “Seperti inikah Tuhan caraMu menunjukan keadilanMu padaku? Harus sesakit inikah menerima kenyataan bahwa hamba tidak pantas?” Aku hanya bisa menangis.

                Lalu, ditengah tangisku, disaat aku benar-benar membutuhkan sebuah jawaban, suara itu datang. Dia bilang “Hann, kamu mau tahu mengapa kamu merasa menjadi orang yang paling malang? Karena kamu terus saja melihat keatas. Kamu jarang melihat kebawah. Kamu terus berharap tanpa pernah bersyukur. Kamu seharusnya bersyukur kamu punya Allah. Kamu lengkap tanpa suatu cacat. Orang tuamu mampu menyekolahkanmu sampai kamu duduk dibangku kuliah. Kamu pikir berapa ribu orang yang hidupnya dijalan hanya untuk mencari cara agar bisa makan dihari itu saja? Manusia selalu melihat keatas maka dari itu mereka tidak pernah puas. Kamu jangan jadi yang seperti itu dong Hann. Kamu kan kenal Allah. Soal kamu yang masih harus berjuang membuktikan kepada orangtuamu bahwa kamu pantas dibanggakan, percaya aja deh, Allah kasih kamu yang terbaik. Allah kasih kamu ditempat dimana kamu gak harus berjuang lebih susah, dispassion kamu kan malahan. Dan soal hubungan kamu yang harus berakhir, Allah mau kamu milih Dia. Makanya hubungan kamu berakhir, karena ketika kamu sama dia, kamu gak memilih Allah kan Hann? That’s why Allah took him from you. Allah mau yang terbaik kok buat kamu Hann. Inget, kamu hidup bukan cuma di dunia ini aja. Soal Allah nemuin kamu sama orang yang lebih baik lalu tiba-tiba Dia ngejauhin orang itu dari kamu dan menyadarkan betapa berbedanya kamu sama dia, well ada dua jawaban untuk ini. Allah mempertemukan kamu sama dia untuk menunjukkan bahwa ada orang yang jauh lebih baik dan dengan gampangnya Allah bisa mempertemukan kamu sama orang itu. Soal Allah menjauhkan kamu dengan dia hanya dalam rentang waktu yang singkat, karena ketika kamu hanya memikirkan dia, kamu sudah mulai kembali ke dirimu yang dulu, kamu mulai tidak memilih Allah. Maka dari itu Allah menjauhkanmu dengannya. Allah sayang kamu. Mungkin Allah mau kamu ngerasain sakit dulu, supaya ketika kamu diatas, kamu akan selalu ingat dengan apa yang pernah kamu rasakan dulu. Supaya Allah selalu ada dimanapun, kapanpun dan apapun yang terjadi denganmu Hann. Percaya Allah Maha Adil. Bukan kamu yang berhak mendefinisikan Adilnya Allah itu dimana, tapi Allah. Bukan kamu yang berhak menentukan apa yang seharusnya kamu dapatkan dengan semua perjuanganmu, tapi Allah. Allah punya ratusan cara buat kamu jatuh, tapi tentunya Allah punya jutaan cara buat kamu bangkit lagi. Karena itu yang dilakukan Allah, menguji hambanya yang pantas. Ini tahapmu untuk dipantaskan dihadapan Allah. Jangankan Allah, kamu aja mau kan mendapatkan orang yang pantas untukmu? Apalagi dzat yang Akbar seperti Allah.”
Share: